22 Des 2009

Banyak Kasus KDRT

Meski tidak banyak pengaduan yang ditangani, unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) Polres Trenggalek menengarai banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) maupun kekerasan fisik maupun seksual pada anak di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur (Jatim), yang tidak dilaporkan.

Akibatnya, polisi kesulitan mengungkap kasus-kasus kekerasan tersebut, “Ini seperti fenomena gunung es. Budaya ‘ewuh-pakewuh’, alasan menjaga keharmonisan keluarga, dan sebagainya membuat kasus KDRT maupun kekerasan pada anak tidak banyak dilaporkan ke polisi,” kata KBO Reskrim Polres Trenggalek, Iptu Khairil, Rabu (25/11).

Total kasus pidana yang ditangani unit PPA pada tahun 2009 ini ada sebanyak 21 kasus. Terbanyak adalah kasus pencabulan atau kekerasan seksual pada anak di bawah umur dengan jumlah mencapai 10 kasus.
Selebihnya, merupakan kasus KDRT (5 kasus), penganiayaan (5 kasus), dan kekerasan pada anak serta membawa lari anak gadis di bawah umur (1 kasus).

Kasus-kasus itu dihitung berdasar pengaduan korban (masyarakat) yang kemudian ditangani oleh polisi dan diproses lebih lanjut hingga ke meja hijau.

“Dengan pertimbangan dan asumsi tadi maka data yang saya sebut ini tentu tidak bisa dijadikan acuan frekuensi kasus KDRT, kekerasan pada anak, pencabulan, dan sebagainya di Trenggalek,” kata Khairil lugas.

Secara kuantitas, kasus-kasus yang ditangani unit PPA Polres Trenggalek dari tahun 2007 hingga 2009 ini cenderung stagnan atau tidak berubah.

Kasus KDRT, misalnya, jika pada tahun 2007 dan 2008 masing-masing sempat tercatat ada dua kasus ditangani polisi, pada 2009 hingga akhir Oktober lalu tercatat ada lima kasus. Demikian juga dengan kasus penganiayaan dengan korban perempuan, anak-anak maupun anggota keluarga.

Tahun 2007 dan 2008 sama-sama mencatat angka sepuluh kasus, sementara hingga November 2009 ini, kelompok kasus dengaan kategori penganiayaan turun drastis hingga tinggal lima kasus saja.
Rendahnya angka kasus KDRT, penganiayaan pada perempuan dan anak, kekerasan pada anak, serta pencabulan menurut Khairil belum bisa dijadikan gambaran tingginya kesadaran hukum warga Trenggalek.

Sebaliknya, ia justru terang-terangan mengaku pesimistis karena kasus-kasus yang akhirnya “di-peti es-kan” diduga masih banyak.

“Kami imbau masyarakat supaya lebih proaktif dan tidak takut-takut dalam melaporkan tindakan melawan hukum seperti melanggar Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan KDRT,” kata Khairil.

Ia tidak lupa mengingatkan bahwa ancaman hukuman bagi siapa saja yang melanggar Undang-undang ini adalah selama-lamanya lima tahun penjara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar